-->

Cerpen : Tempatkan Cinta Sesuai Porsinya

Kisah Cinta Baper Cerpen : Tempatkan Cinta Sesuai Porsinya

Maryam terbaring lemah di rumah sakit. Jarum infus menembus tangan kirinya, matanya masih terpejam. Sudah beberapa jam ia tidak sadarkan diri. Ayahnya sejak tadi melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, sementara ibunya terus menangis di samping Maryam.

Beberapa menit kemudian, Khaled datang. Ayah dan ibu Maryam sengaja meninggalkannya berdua bersama Maryam. Mungkin kehadiran Khaled di samping Maryam bisa membantunya untuk sadar kembali, begitu maksud hati ayahnya.

Khaled merasa iba begitu melihat kondisi Maryam yang lemah tak berdaya. Ia ambil tempat duduk tepat di samping ranjang Maryam. Dilantunkannya surat Al-Fatihah dari bibirnya dengan lirih.

”David... David... David...” Maryam meracau dalam mimpinya. Perlahan matanya terbuka.

”Maryam...” Khaled memanggilnya, mencoba memastikan bahwa Maryam telah sadar. Ia sedikit bertanya dalam hati, siapa yang disebut Maryam tadi.

”Di mana aku?” tanya Maryam.

”Kau di rumah sakit, Maryam. Aku panggil ayah dan ibumu di luar ya?” Khaled tersenyum lembut.

”Di mana David? Di mana dia?” tanya Maryam dengan nada keras.

”David? Siapa dia? Aku tidak tahu, Maryam. Aku baru saja datang setelah menerima kabar ayahmu. Oh, mungkin bisa aku tanyakan pada Ayahmu...” Khaled hendak beranjak keluar, namun Maryam mencegahnya.

”Jangan. Aku tidak mau bertemu dengan ayah dan ibu. Kumohon, jangan katakan kalau aku sudah sadar,” ucap Maryam.

”Kenapa? Mereka orang tuamu, Maryam.” Khaled heran dengan sikap Maryam.

Maryam terdiam.

”Khaled...” Maryam mencoba mengumpulkan kata-kata.

”Iya...” Ditatapnya wajah Maryam yang nampak tegang.

”Do you love me? (Apa kau mencintaiku?)” tanya Maryam.

Khaled mencoba menyembunyikan mimik wajahnya. Ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan sefrontal itu dari Maryam. Dadanya berdetak hebat, gugup luar biasa.

“A... aku...?”

“Iya, aku bertanya padamu. Do you really love me? (Apa kau benar-benar mencintaiku?)” Maryam mengulang kalimatnya lagi.

Khaled menarik nafas dalam, dipejamkannya matanya, “Atas nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, aku.. aku memang mencintaimu, Maryam.”

“Jika aku tidak ikhlas menjadi istrimu kelak, apakah kamu masih mau menikah denganku?” tanya Maryam lagi, kali ini ia lebih hati-hati.

“Pernikahan harus didasari suka sama suka, Maryam. Jika salah satunya terpaksa, maka pernikahan itu tidak sah.” Ada khawatir yang dirasakan Khaled.

“Itu yang aku rasakan padamu. Aku tidak bersedia untuk menjadi istrimu.” Sejujurnya Maryam merasa takut untuk berterus-terang secara langsung tentang perasaannya kepada Khaled, tapi ia pikir ini saat yang tepat untuk mengutarakannya. Ia tidak punya pilihan lain selain mengatakannya.

Khaled tidak tahu harus menjawab apa, harapan untuk menikahi Maryam pupus sudah.

***
Jardon menemukan David yang sudah tidak sadarkan diri. Ada darah segar mengalir dari lubang hidungnya, begitu juga dengan keningnya yang memar memerah. Tanpa membuang waktu, Jardon segera membawa sahabatnya itu ke rumah sakit terdekat.

Dokter sudah berkali-kali mengganti cairan infus yang menembus lengan David, namun ia belum juga sadarkan diri. Ayahnya, pastur berwajah cerah dan tua itu, terus berdoa untuknya. Beberapa biarawan juga turut menjaganya.

Mata David bergerak-gerak, cahaya lampu menyilaukan matanya. Ia perlahan sadar begitu mendengar suara lirih ayahnya yang terus menyebut nama Tuhannya dalam tiap doanya.

“Ayah...”

”Puji Tuhan, kau sudah sadar, Nak?” ucap Ayahnya.

”Ayah, di mana Maryam? Bagaimana keadaannya?” David teringat Maryam.

”Maryam? Ayah tidak tahu, Nak. Ayah dihubungi seseorang bahwa kau masuk rumah sakit dan Ayah tidak melihat Maryam bersamamu.” Ayahnya menjelaskan.

”Aku harus bangun, Ayah. Aku harus keluar dari rumah sakit ini dan mencari Maryam. Aku pergi bersama Maryam malam itu, Yah. Aku takut terjadi apa-apa padanya.” David mencoba bangun dan melepas infus yang melilit tangannya.

”Kau masih lemah, Nak. Kau belum boleh beranjak dari tempat tidurmu. Tenang saja, Maryam pasti baik-baik saja.” Ayahnya berusaha menenangkannya.

”Tidak, Ayah, pasti terjadi sesuatu dengan Maryam.” David berontak dari pegangan ayahnya.

”Tenanglah, David. Kau tidak boleh terlalu banyak pikiran dulu. Tenang, Nak.” Direbahkannya kembali tubuh David agar kembali tenang.

”Ayah, aku harus bertemu Maryam. Aku harus menemuinya. Aku ingin tahu keadaannya sekarang. Bantu aku, Ayah. Bantu aku.” David mengiba. Ia menangis dalam dekapan ayahnya.

”Sebut nama Tuhan, Nak. Percayalah padaku, Maryam akan baik-baik saja.” Dielusnya rambut David lembut.

”Aku harus bertemu Maryam. Aku harus bertemu dia, Ayah,” isaknya.

***
Khaled masih mematung di dekat Maryam. Entah apa yang dipikirkannya, yang jelas saat itu ia merasa rapuh. Hatinya pedih mengetahui bahwa gadis pertama yang akhir-akhir ini telah menghiasi hatinya ternyata tidak mencintainya.

”Aku sudah berusaha untuk mencintaimu, Khaled. Aku berusaha untuk menyiapkan diri agar kelak bisa menjadi istrimu yang shaleha, menjadi istri yang baik... tapi... aku tak bisa. Bantu aku... bantu aku, Khaled,” ucap Maryam di tengah isak tangisnya.

Khaled hanya diam, ia tak tahu harus berucap apa lagi pada Maryam.

”Sebelum aku mengenal kamu, aku sudah dekat dengan seorang lelaki. Dia yang pertama kali membelaku di sekolah. Saat itu aku merasa tertekan ketika teman-teman kelas tidak mau menerimaku di kelas, mereka menyangka aku seorang teroris. Tapi dia, dia berbeda, dia malah membelaku. Sejak saat itu aku bersahabat dekat dengannya, dan jujur aku mulai menyukainya. Tapi demi Allah, secuilpun dia tak pernah menyentuhku.” Maryam menjelaskan semua rahasia hatinya.

Hati Khaled berkecamuk, ia tak menyangka akan dilibatkan dalam urusan hati yang pelik ini.

”Kau pernah jatuh cinta, Khaled? Maksudku, sebelum kau jatuh cinta padaku?”

Khaled mengangkat wajahnya. Ditatapnya sekilas wajah Maryam.

”Tidak, tidak pernah. Demi Allah, aku belum pernah mengenal seorang wanita lebih dekat sebelum mengenalmu, Maryam. Yang aku cintai hanya Allah. Dan aku selalu berdoa pada-Nya, agar Dia memberiku cinta, memberikanku istri yang shaleha dan mencintaiku. Sejak ayah bilang aku akan dinikahkan dengan seorang gadis selepas high school ini, dadaku bergetar. Aku tak sabar untuk bertemu dengan gadis itu. Siang malam aku tidak bisa tidur memikirkan seperti apa sosoknya. Ya, gadis itu kamu, Maryam. Setelah aku melihatmu saat perkenalan itu, di rumah aku menangis di hadapanNya, karena aku takut rasa cintaku padamu akan lebih besar dari pada rasa cintaku padaNya. Aku tersiksa, Maryam. Aku kerap meneteskan airmata di sela-sela doa saat aku menyadari bahwa aku sudah jatuh cinta padamu, Maryam.”
Hening.

”Apa yang harus aku lakukan?” tanya Khaled pada Maryam. Matanya berkaca-kaca.

”Aku tidak tahu, Khaled. Aku tidak tahu.” Ada sesal di hati Maryam sebab ia telah menyakiti orang lain.

”Lelaki itu mungkin lebih baik dariku,” ucap Khaled lirih.

Maryam terdiam.

”Kau tahu, apa yang membuat Nabi Muhammad saw selalu tenang dalam menghadapi cobaan seberat apapun dalam hidupnya? Aku pernah membaca sebuah buku, rahasianya cuma satu, Maryam, karena beliau selalu menjaga kecintaannya pada Allah. Beliau tidak pernah melebihkan cintanya pada apapun selainNya. Berhentilah menangis, jangan sampai cintamu itu membuat Allah berpaling darimu, Maryam.” Khaled menasihati Maryam dengan lembut, tanpa bermaksud mengkhotbahinya.

”Bantu aku, Khaled. Bantu aku agar aku bisa lebih mencintai Allah dibanding yang lain. Aku sangat mencintai David. Tapi aku ingin cinta ini tetap ada pada porsi yang benar.”

”Aku tidak bisa. Akupun masih belajar untuk itu. Tapi kita bisa belajar, Maryam. Kita bisa memulainya dari diri sendiri dengan niat.”

Maryam dan Khaled sibuk dengan pikirannya masing-masing. Maryam mulai bisa menerima nasihat dari Khaled. Ia resapi betul nasihat-nasihatnya.

***
Ayah David keluar. Ditinggalkannya David sendirian di kamarnya agar ia tenang. Dalam kesendiriannya, David berdoa.

”Tuhan, kenapa jalan cinta ini begitu sulit? Tak ada wanita lain yang kucintai selain dia, Tuhan. Apakah aku harus berpaling dariMu, dan mencintai Tuhan yang disembah oleh Maryam? Hanya itu jalan satu-satunya agar aku bisa mendapatkan cinta Maryam, Tuhan. Apakah Kau akan marah padaku jika aku berpaling dariMu? Aku tahu, Kau yang menyelamatkanku, Kau yang mengantarkan aku pada ayah angkatku itu, hingga dia merawatku bersama biarawan-biarawannya, Kau yang mengurus aku, Tuhan. Tidak, Kau pasti akan marah besar padaku, Kau pasti mengatakan aku ini hambaMu yang tak berbakti. Ampuni aku, Tuhan. Ampuni aku. Jika Kau tak ingin aku menghianatiMu, hilangkan rasa cintaku terhadap Maryam. Aku mohon, karena sampai kapanpun Maryam tak akan pernah jadi milikku.” Tergugu David berdoa sambil memegang salib yang tergantung di lehernya.

*Anda berada di Halaman 12
Untuk membaca part selanjutnya anda klik daftar isi dan pilih cerita yang selanjutnya akan anda baca.

Cerpen : Tempatkan Cinta Sesuai Porsinya