-->

Cerpen : My Name Is Khalid

Cerpen Cinta Islam - Cerpen : My Name Is Khalid

Maryam tertegun mendengar penjelasan Khaled. Pandangannya kosong, lalu tiba-tiba pingsan lagi.

”Maryam... Maryam...!” Teriak Khaled panik. Ia berinisiatif untuk memanggil ayah dan ibu Maryam di luar.

”Paman... Paman... Paman...!” Panggil Khaled. Ayah ibu Maryam masuk dengan tergesa.

“Ada apa, Khaled?” tanya ayahnya cemas.

”Maryam... Tadi dia sudah sadar lalu pingsan lagi, Paman," ucap Khaled sedih.

Dokter pun datang untuk memeriksa Maryam.

”Putri Tuan terlalu stress, ia kurang darah hingga mudah pingsan. Jangan biarkan ia terlalu banyak pikiran dulu.” Sang dokter memberi nasihat.

Tak lama kemudian Anggel muncul. Ia meminta izin pada ayah Maryam untuk melihat kondisi sahabatnya yang sedang terbaring. Khaled melihatnya sekilas lalu keluar bersama ayah dan ibu Maryam, membiarkannya berdua bersama Maryam.

”Maryam...” Dipandanginya sahabatnya dengan perasaan sedih.

”David baik-baik saja, Maryam. Berjuanglah, jangan lemah.” Digenggamnya tangan Maryam dengan erat, mencoba mengalirkan kekuatan. Namun Maryam masih terpejam.

”Get well soon. We love you. (Cepat sembuh. Kami menyayangimu.)” Ia berbisik di telinga Maryam lalu memutuskan untuk keluar.

Di ujung ruang tunggu, Anggel melihat Khaled menatapnya dari jauh dan berjalan menuju ke arahnya.

”Excuse me, could I talk to you? (Permisi, bisa aku bicara denganmu?)”

Anggel melihat Khaled dengan tatapan aneh.

”I’m Khaled.” Khaled memperkenalkan diri.

”Kau... Khaled yang diceritakan Maryam?” Anggel masih meduga-duga.

Khaled mengangguk.

”Well, I need your help (Aku butuh bantuanmu). Bisa kau antar aku ke rumah David?" pinta Khaled.

Anggel merasa heran. ”David? What for? (Untuk apa?)” Dalam hatinya ia bertanya-tanya, dari mana Khaled tahu tentang David. Apa mungkin Maryam yang menceritakannya?

”Aku akan mengantarmu untuk menemuinya, tapi aku minta kau untuk berjanji, jangan ceritakan pada David bahwa Maryam dirawat di sini. Aku minta kau rahasiakan ini dari David dan Maryam. Kau bersedia?”

”Insya Allah. I promise (Aku janji),” jawab Khaled mantap.

Anggelpun mengantarkan Khaled ke ruangan di mana David dirawat. Saat Khaled tiba, Ayah David yang saat itu sedang menjaganya sedikit terkejut melihat Khaled. Ia tidak bicara apa-apa, hanya tersenyum lalu mempersilakan Khaled masuk.

Kini di ruangan serba putih itu hanya ada dia dan David yang terbaring di tempat tidurnya.

”Assalamu’alaikum...” Khaled mengucap salam, namun tiba-tiba ia merasa ucapan salamnya salah sasaran saat melihat tanda salip menggantung di leher David. ”Sorry...” Khaled sedikit canggung menyadari kesalahannya.

”Who are you? (Siapa kau?)” David mengeryitkan dahi.

”I’m Khaled. I think Maryam has told you about me, right? (Aku Khaled. Kurasa Maryam sudah bercerita tentangku, kan?)”

David seakan teringat sesuatu.

”Kau... Kau yang akan dijodohkan dengan Maryam?” tanya David penasaran.

”Iya...” Khaled menjawab sambil tersenyum.

”Bagaimana kondisi Maryam? Apa dia baik-baik saja?” tanya David lagi.

Khaled teringat janjinya pada Anggel.

“Yes, she’s fine (Ya, dia baik-baik saja),” jawab Khaled singkat.

“Thanks God. I’m happy to hear that. (Syukurlah. Aku senang mendengarnya.)” David menyunggingkan senyum.

“Bagaimana kau tahu tentangku dan keberadaanku di sini? Ada perlu apa?” David mengungkapkan rasa penasarannya.

“Aku... Aku meminta temanmu untuk mengantarku ke sini. Dia.. Oh, aku lupa menanyakan namanya..” Khaled merasa bodoh dengan tindakannya sendiri.

“Semua sudah jelas, kau akan menikah dengannya. Urusan apa lagi yang akan kau bicarakan denganku, Khaled?” David terkesan sinis.

Khaled terdiam, dia juga masih bingung, Dia hanya ingin mengenal sosok David saja sebenarnya.

“Kalau kau pernah jatuh cinta, kau pasti tahu bagaimana perasaanku.” Pandangan David menerawang.
Khaled memandang wajah David penuh kesedihan.

“Kau tenang saja, aku tidak akan mengganggu hubungan kalian. Hanya satu masalahku saat ini, dan aku butuh bantuanmu, Khaled. Aku ingin kau membantuku untuk bisa melupakan Maryam. Kau bisa membantuku?” David menoleh pada Khaled, meminta persetujuannya.

Khaled masih bingung menanggapinya.

“Aku sempat berpikir untuk meninggalkan agamaku agar aku bisa memiliki Maryam. Tapi, aku sangat mengimani agamaku, Khaled. Aku takut Tuhanku murka,” ucap David lagi.

Khaled terhenyak mendengar ucapan itu, namun ia masih diam.

“Kau tahu, Maryam sangat tertekan. Ayahnya terlalu menekannya. Kau harus membahagiakannya kelak, Khaled. Buatlah dia bahagia. Berjanjilah padaku.” Ditatapnya Khaled yang menunduk.

“Tapi Maryam tidak mencintaiku.” Ada nada sesal dalam kalimat Khaled.

“Aku tahu, dia sangat mencintaimu, Dave. Tapi aku tidak bisa menolak permintaan ayahku untuk menerima perjodohan ini,” lanjut Khaled lagi.

David terdiam.

“Tidak, hanya kau yang pantas untuk Maryam. Kau seiman dengannya.”

“Anyway, could you tell me about Islam, your religion? (Ngomong-ngomong, maukah kau ceritakan padaku tentang islam, agamamu?)” tanya David mencoba mengalihkan pembicaraan.

Khaled mengangkat wajahnya, ia terkejut sedikit dengan pertanyaan itu.

“Islam?” tanya Khaled memastikan.

“Yes, I wanna know it. Is it true that Islam is closely related to terrorist as many people say. I mean, I completely disagree. (Ya, aku ingin mengetahuinya. Apa benar islam terkait dengan teroris seperti orang-orang bilang? Maksudku, aku benar-benar tidak setuju.)” David tiba-tiba antusias membicarakannya.

“Kami diajarkan untuk saling kasih-mengasihi, David. Bahkan dengan seorang yang tak seiman sekalipun, Nabiku mengajarkan untuk saling menghormati. Kami tidak boleh melawan atau melakukan tindak kekerasan, seperti perang. Jika kami tidak ditindas dan tidak diperangi, kami tidak boleh menyerang duluan. Islam itu mengajarkan kedamaian. Islam means peace (Islam berarti perdamaian).” Khaled menjelaskan.

“Lalu kenapa ada banyak tindakan teror yang kalian, maksudku pemeluk Islam, lakukan? Mereka yang mengebom..” David mengedikkan bahu, ia masih belum puas untuk bertanya.

“Mereka bukan islam, percayalah. Jika mereka melakukan kehancuran di muka bumi, bisa jadi mereka mengaku Islam, akan tetapi mereka tidak mengikuti ajaran kami sesungguhnya, sebab Islam bukan agama kekerasan,” jelas Khaled.

David terdiam.

“Kau membawa kitab sucimu, Khaled?” tanya David lagi.

Kali ini Khaled tidak bisa menyembunyikan sisa keterkejutannya.

“Ya, aku selalu membawanya.”

“Bisa kau pinjamkan padaku?”

“Pinjam?” tanya Khaled yang masih tak percaya. Mimiknya seolah mengatakan ‘untuk apa?’

“Aku sangat mengimani agamaku, selamanya. Aku hanya ingin tahu saja, karena Maryam selalu membaca kitab itu di kelas. Mm, mungkin aku... aku bisa membahasnya dengan Maryam jika aku bertemu dengannya nanti di sekolah. Hanya membahas, tidak akan jadi masalah, bukan? Tuhanku tidak akan marah, aku yakin. Jangan khawatir, kami hanya berteman. Ya, hanya berteman. Bukankah buku motivasi mengatakan jika ingin berteman dengan seseorang harus mencintai apa yang dicintai temannya? Aku membaca buku itu dari Jardon, dia sahabat baikku.”

Khaled memberikan Al Qur'an terjemahan dalam Bahasa Inggris pada David. Al Qur’an terjemahan itu baru saja ia beli di Dubai. Ia sengaja memilih dalam terjemahan Bahasa Inggris sebab ia ingin sekaligus bisa menguasai secara penuh bahasa itu, dan ia selalu membawanya serta dalam tas.

“Ini kupinjamkan padamu. Kau bisa kembalikan kapan saja,” ucap Khaled tulus.

“Thanks. Akan kukembalikan secepatnya begitu aku selesai membacanya.” David tersenyum penuh arti.

Entah kenapa, tiba-tiba Khaled merasakan keakraban dengan David. Di matanya, David adalah lelaki yang baik, sangat baik. Satu hal yang baru ia sadari, ternyata cinta David terhadap Maryam begitu besar. Mungkin melebihi cintanya sendiri terhadap Maryam. Tapi bagaimanapun ia akan tetap menikahi Maryam. Meski ia sendiri tahu Maryam tidak mencintainya, Khaled tak peduli. Khaled hanya berharap suatu saat nanti Maryam akan mencintainya.

“Tuhan, aku hanya ingin membacanya saja. Aku akan tetap mengimanimu selamanya. Aku mohon Kau jangan marah,” bisik David dalam hati.

Khaled pamit pada David. Ia tidak sabar untuk melihat kondisi Maryam lagi.

“Khaled..” panggil David sebelum Khaled membuka pintu.

“Iya, Dave?” Khaled menoleh.

“Jika aku seorang muslim, apakah kau akan mengikhlaskan Maryam untukku?”

Sesaat Khaled terdiam. Lalu ia jawab dengan mantap, “Jika memang Maryam sudah ditakdirkan berjodoh denganmu, aku ikhlas karena Tuhanku.”

Khaled pun pergi melangkah keluar meninggalkan kamar David. Ia tidak langsung menghampiri kamar inap Maryam yang beda beberapa blok dari kamar inap David. Ia sengaja membelokkan langkahnya ke sebuah taman rumah sakit itu dan mengambil tempat di dudukan semen yang menyerupai kayu. Khaled mencoba menenangkan diri sejenak di tempat itu.

“Ya Allah, jika Kau berkenan menjodohkanku dengan Maryam, tumbuhkanlah benih cinta di hati Maryam untukku, yang tidak melebihkan cintanya padaMu. Tapi jika dia bukan untukku, buat hatiku ikhlas untuk melepasnya.” Khaled berdoa dalam hati.

Bersambung..

*Anda berada di Halaman 13
Untuk membaca part selanjutnya anda klik daftar isi dan pilih cerita yang selanjutnya akan anda baca.

Cerpen : My Name Is Khalid