-->

Cerpen : David, Maafkan Aku

Cerpen : David, Maafkan Aku

David terus saja bolak-balik di dalam kelas, ia gelisah melihat Maryam belum muncul-muncul juga. Dua menit lagi bel berbunyi. Tepat ketika suara bel membahana di seantero sekolah, barulah Maryam muncul. Ia menunduk dan menunjukkan wajah sedih. Anggel melihat David dengan aneh. Ia tahu apa yang membuat David gelisah, apalagi setelah Anggel melihat mimik muka David yang langsung berubah sumringah ketika Maryam datang. Rasa cemburu itu Anggel tepis jauh-jauh, biarlah perasaan itu hilang ditelan laut samudera atlantik yang menenggelamkan kapal fenomenal Titanic.

Belum sempat David berbicara dengan Maryam, Pak Lucas, guru Sejarah mereka tiba-tiba masuk kelas. Di sela-sela pembukaan materi Sejarah itu, David menulis di secarik kertas lalu memberikannya pada Maryam.

"Kau punya masalah, ya, hingga memberikan wajah cemberut padaku hari ini? Tapi jika kau cemberut seperti itu, kau makin cantik." Maryam yang semula kesal dan tak mau lagi berbicara dengan David karena memikirkan nasihat ayahnya semalam kini bisa menyunggingkan senyum kembali.

"Ya Allah, aku benar-benar tak bisa membenci orang Amerika ini," bisik hati Maryam. Ia tak membalasnya, malah ia diam dan melamun.

David kembali menulis di secarik kertas untuknya.
"Aku paham, mungkin kau sedang... Ehm, biasanya wanita kalau sedang seperti itu emosinya meningkat. Semalam aku merindukanmu, tak sabar ingin bertemu dan berbicara denganmu hari ini. Kutunggu kau di lapangan basket nanti jam istirahat, ya!" Tulis David. Maryam menggulung kertas kecil itu lalu memasukkannya ke dalam tas.

***
Istirahat pun tiba, David mondar-mandir di lapangan basket yang kosong tanpa ada siswa yang berlatih di situ. Sesekali ia berdiri, duduk, berjalan mondar-mandir, duduk lagi, lalu berdiri lagi mematung. Setelah bel masuk berbunyi, ia memukul tiang ring basket hingga tangannya kesakitan karena Maryam tak memenuhi undangannya saat itu. David berlari ke kelas, ia kesal pada Maryam yang tidak menemuinya. Namun setelah Mrs. Violen masuk untuk mengajar, Maryam tak ada di kelas. David keluar mencarinya ke seantero sekolah. Ia gelisah dan bertanya-tanya ke mana perginya Maryam? Ia tak menemukan Maryam. Ia ingat masih ada satu tempat lagi, di lantai paling atas di atas gedung B yang memiliki 5 lantai itu. Hanya tempat itu yang belum ia kunjungi. David berlari ke sana, dan ternyata benar Maryam ada di sana, berada di sisi gedung menghadap hamparan kota New York, di atas gedung lima lantai itu.

"Maryam...!" Teriak David yang masih penasaran dengan sikap maryam hari ini. David mendekat.

"Awalnya aku tak pernah percaya dengan kisah Layla-Majnun yang ditulis oleh pengarang dari Persia itu, tapi setelah merasakannya, aku jadi percaya dan bahkan ingin membacanya lagi!" Teriak Maryam.

"Kamu kenapa? Pelajaran Mrs. Violen sudah dimulai," ucap David.

"Sepertinya kau bukan hanya tak boleh menyentuh aku, Dave."

"What are you talking about? (Apa maksudmu?)" tanya David tak mengerti.

"Kuharap kita bisa menjaga jarak. Kita tak boleh berinteraksi lagi. Anggap saja kita tidak saling kenal. Biarlah kita hanya bisa saling lihat di sekolah. Biarlah kita hanya menikmati keberadaan kita di sekolah. Yang penting, kita percaya kita saling mencintai." Maryam masih berdiri membelakanginya.

Angin berhembus kencang di atas gedung itu, kerudung Maryam berkibar. Rambut David bergerak-gerak tertiup angin. David menunduk, sebegitukah nasib cintanya? Setelah mencoba untuk mengikuti budaya Dubai yang tak boleh menyentuhnya sama sekali, sekarang Maryam memintanya tak boleh berinteraksi lagi, hanya rasa cinta saja yang boleh mereka berdua lakukan. “Cinta macam apa ini?” David terus menunduk dan berbisik.

"Aku tahu, ini mungkin karena kau ingin menghargai ayahmu, tapi selama rasa cinta ini masih kau perbolehkan kuberi, walau tak bisa menyentuhmu dan berbicara denganmu lagi, aku siap Maryam, aku siap..." David sedikit tak percaya pada ucapannya sendiri. Ia tak yakin apa ia bisa.

Maryam menangis lalu berlari turun ke lantai bawah menuju kelasnya. Setelah Maryam menghilang di balik tangga, David mendekati sisi gedung. Ia melihat ke bawah, lalu pandangannya mengitari pemandangan kota New York yang terhampar di hadapannya. Dia berteriak sekencang-kencangnya sambil berucap, "Tuhan, di mana keadilanmu? Kenapa kau berikan aku nasib cinta seperti ini? Kenapa?"

Jam pulang sekolah tiba. Saat semua siswa berhamburan keluar kelas, David tak bisa lagi menyapa atau mungkin mengantar Maryam pulang dengan sepeda silvernya. Ia telah menyetujui kesepakatan yang telah dibuat Maryam padanya.

Maryam berdiri di halte menunggu bus. David mengerem sepedanya ketika melihat Maryam yang berdiri menunggu bus datang. Menyadari keberadaam David, Maryam menunduk tak mau melihatnya. Mereka telah sepakat untuk tidak saling sapa lagi. David terdiam berdiri di sisi sepedanya menatap tajam gadis berkerudung itu. Jarak mereka hanya empat meter saja. Tak lama kemudian David menaiki sepedanya lagi lalu melintas begitu saja meninggalkan Maryam. Maryam melihatnya dengan sedih dan menyesal, mamun ia tak punya pilihan lain, ia harus menuruti nasihat ayahnya. David menjauh, semakin lama semakin menjauh dari kelopak mata Maryam. Tiba-tiba ia berdiri dari tempat duduk halte, lalu berlari mengejar David. Maryam terus berlari kencang, sampai David menghilang tak terlihat lagi. Ia terhenti dan terduduk lemas, nafasnya terengah-engah kelelahan. Matanya berkabut.

”David...” lirihnya.

Bersambung ..

*Anda berada di Halaman 6
Untuk membaca part selanjutnya anda klik daftar isi dan pilih cerita yang selanjutnya akan anda baca.

Cerpen : David, Maafkan Aku