-->

Cerpen : Gadis itu Kembali

Cerpen : Gadis itu Kembali

Pagi itu David kembali lagi ke sekolah setelah beberapa hari limbung. Ia melangkah tak bersemangat menuju bangkunya. Satu persatu teman-temannya menyapanya. David hanya tersenyum. Tak lama kemudian seseorang berteriak.

“She’s back. The terrorist is back. (Dia kembali. Teroris itu kembali)”
Mendengar kata teroris, David bergetar hebat. Lemah yang dirasanya berubah sedemikian cepat menjadi semangat.

“Teroris?” bisik hatinya.

“Aku melihatnya diantar oleh sejumlah lelaki berwajah arab ke sini, apa yang harus kita lakukan?” teriak pemuda itu.

”Pokoknya jika sampai dia sekolah di sini lagi, kita benar-benar harus bertindak!” Ucap salah satu siswa di kelas itu.

”Kita berdemo saja agar gadis muslim itu keluar dari sekolah ini lagi!” Teriak salah satu siswi di kelas itu.
Jardon muncul. Ia berjalan ke depan kelas. Sementara David, ia sudah tak sabar ingin melihatnya. Ia tak mempedulikan cacian teman-temannya. Ingin rasanya ia berlari keluar dan mencari Maryam, tapi ia tak kuasa, cintanya hanya cinta tak terucap, cinta dalam hati. Cukup menantikan saat melihat wajahnya lagi saja sudah membuat David sedikit tenang. Jardon berdiri di depan kelas saat ini, ia seperti ingin mengumumkan sesuatu.

“Teman-temanku semuanya, aku sudah mendapatkan fakta yang akurat bahwa perempuan berkerudung, anak baru di sekolah kita itu, bukan teroris. Jadi, kita harus tetap belajar di sini bersamanya. Mungkin sudah saatnya kita harus saling menghargai antar sesama umat beragama!” Ucap Jardon tegas.

”What? Are you possessed or something? (Apa? Kau kesurupan atau apa?)” teriak siswi berkulit hitam di kelas itu.

”Aku benar-benar tak bisa menerimanya jika dia sampai sekolah di sini lagi!” Teriak salah satu siswa lagi.

”Percaya padaku, teman-teman. Jika terjadi sesuatu di sekolah kita, aku akan bertanggung jawab.” Jardon meyakinkan teman-temannya.

David memandang wajah Jardon takjub, secepat itu ia berubah. Ia benar-benar tak percaya. Sementara teman-teman di kelas itu langsung terdiam, hanya Anggel yang terlihat tak peduli. Sepertinya Anggel sudah paham bahwa David terlihat memperhatikan perempuan muslim itu. Anggel tak suka melihat Maryam kembali ke sekolah ini lagi.

Tak lama kemudian Maryam masuk kelas. Mengetahui keberadaan Maryam, ada sebagian siswa yang sinis melihatnya. Maryam tak peduli, ia menunduk. David berdiri lalu melihat ke arahnya, seperti dahaga berkepanjangan lalu mendapatkan seteguk air, tubuhnya sangat tenang dan bahagia saat melihat sosok gadis itu muncul dengan kerudung lebarnya. Maryam merasakan hal yang sama. Sebenarnya Davidlah alasan utama mengapa ia ingin kembali ke sekolah itu lagi.

Maryam duduk, lalu mencari-cari posisi duduk David, setelah mendapatkannya Maryam langsung melihat wajah David.
“Hari ini aku melihat wajah itu lagi, masih indah, sangat indah. Maafkan aku ya Allah, ampuni aku jika aku terlalu mencintai laki-laki non muslim ini,” bisik hati Maryam yang sudah sedikit tenang.

Seorang guru laki-laki sedang serius menjelaskan sesuatu di depan sana. Sementara itu, sedari tadi David tak konsentrasi, ia terus saja mencuri-curi pandang pada Maryam. Sesekali Maryam juga melakukan hal yang sama. David menulis sesuatu di kertas, lalu menggulungnya dan diam-diam memberikan kertas itu pada Maryam yang kebetulan saat itu duduk tak jauh darinya.

Maryam mengambil kertas itu lalu membukanya.

“I’m happy seeing you again. (Aku senang melihatmu lagi.)” Isi tulisan di kertas itu dari David. Maryam tersenyum puas saat membaca tulisan itu. Ia tak membalas, hanya diam dengan perasaan penuh bahagia.

Jam pulang sekolah berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar sekolah untuk pulang. Maryam duduk-duduk saja di halte, padahal sudah dua bus yang berhenti. Matanya terus terarah pada jalanan ke arah sekolah. Di kejauhan, sepeda David melaju kencang menuju halte. Saat remaja tampan itu melihat Maryam, ia langsung mengerem. David berhenti, sementara Maryam berdiri, mereka saling pandang. Dua hati yang saling mencintai namun sama-sama menyimpan perasaan itu terpaku di tempatnya masing-masing. Maryam menunduk, dan saat bus datang, ia langsung berlari memasuki bus karena bingung harus berbuat apa, padahal ia ingin sekali berbicara dan mengenal laki-laki itu lebih jauh lagi. Ia memang mencintai David, namun tak tahu bagaimana cara mengekspresikannya. Ia memilih untuk masuk ke dalam bus. Setelah bus itu melaju, David mengejarnya melalui jalur sepeda. David ingin sekali berbicara dengannya.

“Hey, wait, I wanna talk to you! (Hei, tunggu, aku ingin berbicara denganmu!)” Teriak David di sepeda.

Maryam heran di dalam bus itu saat melihat David penuh keringat mengikuti bus yang ditumpanginya itu lewat jalur sepeda. Ia ingin sekali turun, namun bus tak akan berhenti sebelum ada halte pemberhentian berikutnya. Maryam sedikit panik.

Setelah tiba di halte berikutnya, Maryam langsung keluar. Sementara David menghempaskan sepedanya lalu berlari ke arah halte yang masih jauh. Maryam tanpa sadar juga berlari ke arah David. Mereka saling mendatangi satu sama lain. Maryam tak percaya dia bisa melakukan itu. Tepat 10 senti saling berhadapan, mata Maryam berair. David ingin lebih mendekat lagi dan bersiap-siap dalam posisi ingin memeluk Maryam.

“Jika kau memelukku, maka butuh waktu empat puluh tahun bagi Tuhanku untuk mengampuniku. Biarkan kita sedekat ini. Hanya sebatas ini,” ucap Maryam sambil menangis tak tahan menahan rindunya. Ia ingin melepas kerinduannya, namun ia masih ingin menjaga kesuciannya.

“Aku ingin bicara padamu.” David mencoba menyampaikan suara hatinya. Ia terengah-engah mengatur nafas karena kelelahan mengayuh sepeda, keringatnya bercucuran.

Maryam terdiam.
”Aku.. Aku selalu memikirkan kamu.. Entahlah..” Agak gugup David mengatakannya.
Maryam terdiam. Mereka sama-sama diam, tak mampu mengatakan perasaan masing-masing.

“Astagfirullah… Astaghfirullah…” bisik hati Maryam sambil terisak-isak. Ia teringat akan nasihat ayahnya. Maryam merasa menyesal telah turun dari bus untuk menemuinya, tapi dia merasa tenang saat turun dan bersama dengan David.

“Are you crying? (Kau menangis?)” ucap David lalu mengeluarkan sapu tangannya. Ketika ia hendak menghapus air mata Maryam, Maryam menolak.

“Don’t touch me! (Jangan sentuh aku!)” Ucap Maryam tak mengerti kenapa dia bisa seperti ini. Ia berbalik, ia tak mau mengatakan perasaannya pada David. Ia berjalan meninggalkan David.

“Aku mencintaimu. Apakah juga butuh waktu empat puluh tahun bagi Tuhanmu untuk mengampunimu jika aku mencintaimu?” tanya David sambil meneteskan air mata.

“My name is Maryam. Call me Maryam!” Ucap Maryam terhenti dan masih membelakanginya. Ia sangat terkejut mendengar pengakuan cinta dari David, dadanya bergetar hebat, untuk pertama kalinya dia mendegar kata itu selama hidupnya. Maryam masih diam tak menjawab, ia ragu dan teringat akan nasihat ayahnya.

“Answer my question. I wanna be your boyfriend. And honestly. I’ve never felt this way before. Please, say something, Maryam! (Jawab pertanyaanku. Aku ingin menjadi pacarmu. Dan jujur saja, aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Kumohon, katakan sesuatu, Maryam!)” Ucap David bersungguh-sunguh.
Maryam berbalik. Lalu mengangkat wajahnya dan memandangi wajah David dengan seksama.

“Jika kau berjanji tak akan pernah menyentuh aku dan menghargai aku sebagai wanita muslim, aku mau jadi kekasihmu, karena aku juga sayang padamu,” ucap Maryam tanpa berpikir panjang lagi, ia sangat mencintai remaja ini.

“Panggil aku Dave atau David, nama lengkapku David Stuart, anak seorang pastur di gereja terbesar di kota ini. Dan satu lagi, aku bersedia tak akan menyentuhmu selama menjadi kekasihmu,” ucap David tersenyum, sementara Maryam juga tersenyum bahagia namun air matanya masih mengalir.

Pepohonan masih menggugurkan dedaunannya di dekat halte itu. Dua remaja itu masih berdiri saling berhadapan tanpa saling menyentuh. Kerudung Maryam masih berkibar terkena angin. Keringat David perlahan kering. Hari itu, dua remaja telah menemukan cinta pertamanya.

***

Ayah Maryam gelisah mengetahui puterinya belum pulang. Ia menelepon seseorang.

“Apakah lelaki itu menyentuh anakku?” tanya ayah Maryam pada seseorang di sebebrang sana.

“Tidak tuan, tetapi mereka masih saling berhadapan. Apa yang harus kulakukan?” tanya seseorang di seberang telepon itu.

“Jika sampai ia berani menyentuh anakku, baru kau bertindak!” Ucap ayahnya mendesah kesal lalu menutup teleponnya. Zahara, kucing kesayangan Maryam, terlihat gelisah melihat ayah Maryam menunjukkan wajah marah. Kucing itu berjalan ke pintu utama, entah menunggu Maryam atau hanya sekedar berjalan santai saja. Yang jelas jika Zahara bisa bicara seperti kucing-kucing di film Hollywood, mungkin ia akan menelepon Maryam dan mengatakan bahwa keadaan sedang gawat, ayahnya sedang memata-matainya saat ini.

***
Seorang biarawan berlari mencari ayah David. Ketika melihatnya di taman, ia berteriak.

“Bapa… Bapa…!” Ucap Biarawan itu terengah-engah.

“Ada apa?” tanya ayah David penasaran.

“Tadi saya melihat David di halte bus sedang berhadap-hadapan dan terlihat akrab sekali dengan seorang gadis remaja yang menggunakan kerudung. Sepertinya dia gadis muslim. Saya khawatir, Pastur. Apa saya harus menyuruh David melakukan pengakuan dosa malam ini?” biarawan itu terlihat cemas.

Ayah David hanya diam, pandangannya tiba-tiba kosong. Entah apa yang dia pikirkan, mungkin semuanya akan jelas jika David sudah pulang. Pinokio mengintip di balik jendela kamar David, seolah tahu dan paham apa yang dibicarakan biarawan itu dan ayah David. Anjing itu tak berani menyalak, mungkin ia takut diinterogasi, karena dialah yang pertama mengetahui perasaan David sesungguhnya

"Kau mau pulang? Mau kuantar dengan sepeda?" tawar David pelan pada Maryam.

Maryam terdiam, menunduk lalu mengangkat wajahnya, “Jujur, baru kali ini aku dekat dengan laki-laki. Kau berbeda, Dave. Kau sangat berbeda dengan orang Amerika kebanyakan. Aku mau bersepeda denganmu, tapi jangan kencang-kencang ya!" Ucap maryam mengiyakan.

Sepeda itu dikayuh pelan oleh David. Perasaannya sungguh tenang siang itu, setenang danau Luray Caverns Virginia yang memancarkan cahaya dari pantulan air di dalam bumi. Maryam juga merasakan yang sama, ia hanya tersenyum di sepanjang perjalanan.

"Bisa kau ceritakan seperti apa tinggal di Dubai itu, Maryam? Bagaimana remaja-remajanya?" tanya David sambil mengayuh.

Maryam terdiam, lalu ia membuka mulutnya untuk bicara.

"Aku merasa terkekang di sana, sama sekali tak bebas. Jangankan bersepeda seperti ini, memandang laki-laki saja aku tak boleh. Di sini bebas. Banyak kutemukan perempuan dan lelaki berciuman di tempat umum. Tentu saja aku tidak setuju dengan tindakan itu, sebab hal itu dilarang di dalam agamaku, dan aku juga tidak menyukainya, tapi di sana bisa dipenjara selama 23 hari. Dulu pernah aku baca di koran, seorang wanita Inggris yang bernama Charlote Adams, ia bekerja di sebuah perusahaan real estate. Ia kerap menggoda teman prianya dengan mencium pipi, akhirnya ia dipenjara selama 23 hari." Maryam merasa lega punya teman cerita. Selama ini hanya kucing kesayangannyalah yang jadi teman ceritanya.

"Lalu, kalau bersepeda seperti ini, hukumannya apa ya kira-kira?" ejek David pada maryam.

"Bukan hakim yang akan menghukummu, tapi ayahku!" Maryam menjawabnya sambil terkekeh.

"Ayahmu pasti tegas, ya?"

"Bukan tegas lagi, tapi kejam."

David terdiam. Ia membayangkan betapa nekadnya dirinya mencintai anak Duta Besar Uni Emirat Arab itu. Apalagi setelah mendengar cerita Maryam, ia langsung merinding. Banyak hal yang harus ia hadapi, terutama perbedaan keyakinan dan budaya yang jelas-jelas sangat berbeda. Namun besarnya cintanya pada Maryam mampu menepis semua itu.

"Turun di sini!" Pinta Maryam.

David mengerem sepedanya. Maryam pun turun. Biasanya bila seorang kekasih mengantar kekasihnya pulang, ada adegan di mana kekasihnya mencium pasangannya itu, namun David harus menghargai Maryam, ia sudah berjanji untuk tidak menyentuhnya.

"Aku pulang dulu ya, kuharap kau cepat-cepat pergi. Aku takut nanti orang suruhan ayah tahu. Demi keselamatan kita. Terima kasih telah mengantarkanku pulang," ucap Maryam tulus.

David hanya tersenyum.

"I’ll miss you. See you tomorrow and take care. (Aku akan merindukanmu. Sampai ketemu besok, ya)" David mengucapkan kalimat perpisahan, lalu memutar sepedanya.

"Yes, you too!" Teriak Maryam.

David mengayuh sepedanya kencang. Ia bernyanyi-nyanyi girang. Wajahnya selalu tersenyum bahagia. Ia nyanyikan lagu Justin Bieber You Smile kesukaannya.

"Maryam, no matter what happen, no matter hard it feels, I’ll always love you. (Maryam, tak peduli apapun yang terjadi, betapapun beratnya, aku akan selalu mencintaimu)" David menggumam.

Maryam melangkah pelan menuju kamarnya. Suara batuk terdengar tiba-tiba.

"Jadi itu yang membuatmu tak mau pindah ke sekolah lain lagi? Karena orang Amerika itu? Ayah sudah tahu semuanya!" Ucap ayahnya tegas.

Maryam gemetar ketakutan. Ia masih ingat bagaimana ia memukuli almarhumah kakak perempuannya dulu ketika ayahnya mengetahui kakak perempuannya itu berciuman dengan pacarnya asal Pakistan, hingga kakaknya stress lalu mati bunuh diri karena tak mau dipisahkan dengan pacarnya itu. Namun kali ini, hanya suara ketegasannya itu saja yang membuat Maryam gemetar, ayahnya tak memukulinya.

Tiba-tiba ayahnya menangis. Maryam menunduk dan merasa bersalah, ia terus saja diam.

"Anakku, apa yang akan ayah katakan pada Allah ketika ayah ditanyai di pengadilan terbesarnya nanti, jika aku tak mampu mengurusmu dan menjagamu dari perbuatan dosa? Sungguh ayah tak mau kasar lagi. Sudah cukup kakakmu saja yang berbuat dosa," ucap ayahnya di tengah isak tangisnya.

"Ini salah ayah, seharusnya ayah tak bekerja di sini," tambahnya lagi..

Maryam diam, tiba-tiba saja matanya berair.

Ayahnya menarik nafas lalu berbicara lagi, "Ayah ingin kakakmu seperti Asiyah binti Muzahim istri Firaun yang sangat menjaga kehormatan dan kesuciannya, makanya ia ayah beri nama Asiyah. Dan ayah ingin engkau seperti Maryam binti Imran yang disucikan oleh Allah dengan melahirkan anaknya Nabi Isa tanpa sentuhan lelaki. Ayah ingin kau menjaga kesucian seperti mereka. Namun sayang, Asiyah telah gagal karena ayah tak mampu menjaganya. Kini giliranmu. Kau mau ayah disiksa di neraka Jahannam karena tak tahu harus menjawab apa di pengadilanNya nanti?" isak ayahnya.

Maryam terus menangis.

"Maafkan aku, Ayah. Maafkan aku." Maryam berlutut di hadapan ayahnya, "Demi Allah, tak sedikitpun orang Amerika itu menyentuhku. Aku berani bersumpah!"

Maryam terus menangis, ayahnya melangkah meninggalkannya. Zahara, kucing kesayangannya, tak berani mendekati Maryam, padahal ia ingin sekali dibelai dan dimanja.

***
David mendorong sepedanya, anjingnya menyalak girang. Ia melangkah menuju kamarnya, anjingnya pun mengekor. Ia baringkan tubuhnya di kasur, matanya menerawang ke langit-langit kamarnya. Namun bukan langit-langit itu yang terlihat, melainkan wajah Maryam yang kini sudah menjadi kekasihnya.

Tiba-tiba ayahnya masuk.

"Sepertinya anakku sedang jatuh cinta."

David terkejut malu-malu.

"Aku sudah remaja, Ayah. Wajar, kan, jika aku jatuh cinta?" ucap David tersenyum.

"Dengan perempuan berwajah arab dan berkerudung itu ya?" tanya ayahnya tiba-tiba.

David terdiam, ia bingung ayahnya tahu dari mana tentang Maryam. Ia tak berani bertanya. Ia berpura-pura tak tahu karena ia tak mengerti harus menjelaskan seperti apa.

"Abaikan perasaanmu itu, Anakku. Kau harus tahu, yang kau lakukan itu berbahaya, sangat berbahaya, jadi kau harus hati-hati. Apalagi dia tidak seiman denganmu." Ayahnya serius kali ini.

"Kami hanya berteman, Ayah." David berbohong.

"Syukurlah kalau hanya berteman. Gantilah baju, ayo kita makan siang sama-sama." Ayahnya mengajaknya sambil tersenyum.

David melamun. "Ya Tuhan, sampai ke manakah cinta ini? Kenapa jalannya begitu sulit?" bisik hati David.
Sementara itu, Maryam diam saja di atas kasurnya. Pikirannnya menerawang, memikirkan antara cintanya dengan David atau nasihat ayahnya tadi.


"Ya Allah, demi CintaMu Yang Agung seluas bumi dan langit pada hamba-hambaMu, dosakah jika aku mencintai David? Aku mencintainya, sangat mencintainya," bisik doa Maryam. Zahara terdiam di pojokan kamar, menjauh dari Maryam. Seandainya ia bisa bicara, mungkin seribu nasihat sudah diberikannya pada Maryam.

Bersambung ..

*Anda berada di Halaman 5
Untuk membaca part selanjutnya anda klik daftar isi dan pilih cerita yang selanjutnya akan anda baca.

Cerpen : Gadis itu Kembali