-->

Cerpen : Pinokio Vs Zahara

Cerpen : Pinokio Vs Zahara

David menyirami bunga-bunganya di halaman Gereja. Jardon datang dengan kostum basketnya. Sambil memegang bola basket ia menyapa David.

"Pagi, Dave? Sepertinya aku sudah lama tidak bermain basket denganmu. Ikut aku, yuk?" ajak Jardon.
"Aku sedang tak bergairah. Kau ajak saja yang lain," jawabnya acuh.

"Ayolah, akhir-akhir ini aku melihat kau banyak melamun, diam, sedih dan serius. Come on, don’t act like a baby, (Ayolah, jangan bertingkah seperti anak kecil)" ejek Jardon.

"I’ve got my heart broken. I love her, but I can hardly touch her physically, (Aku patah hati. Aku mencintainya, tapi aku tidak bisa menyentuhnya)" ucap David.

"What? Are you kidding me? Is she a nun, an angel, or something? Who the hell are you falling for? (Apa? Kau bercanda? Dia biarawati, malaikat, atau apa? Kau jatuh cinta pada siapa?) Apa?" tak pelak Jardon penasaran dibuatnya.

David terdiam.
"Wait.. Wait.. Don’t say that she is.. (Tunggu.. tunggu.. Jangan bilang bahwa dia..)” Belum sempat Jardon menyelesaikan kalimatnya, David meningkahi.

"Yes, she is our new student. The girl you guys call the terrorist. (Ya, dia murid baru di kelas kita. Gadis yang kalian sebut teroris itu.)”

”Oh, Gosh! Do I really wanna hear this?! This must be a mistake. You’re not serious, are you? (Ya tuhan! Benarkah aku harus mendengar semua ini? Ini pasti salah. Kau tidak serius, kan?)” Jardon masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan sahabatnya.

”I do. I’m seriously ready to give up everything if I have to. She’s my first love. The one! (Aku serius. Aku benar-benar serius akan menyerahkan semuanya jika memang itu yang harus aku lakukan. Dia cinta pertamaku. Satu-satunya!)” Tukas David mantap.

”Should have guessed. But, yeah, what should I say then? That’s yours and I’m gonna support you, anyway. (Sudah kuduga. Tapi, ya, aku harus bilang? Itu hakmu dan aku akan mendukungmu)” Tak ada pilihan lain bagi Jardon selain mendukung keputusan sahabatnya.

”Thanks.” Dengan tulus David memeluk sahabatnya.

Mata David menerawang, hari-hari ke depan akan semakin berat. Tanpa sentuhan dan tanpa interaksi. ”Sanggupkah?” bisik hatinya.

”Now let’s play basketball. We’ll get fun and forget your problem for a while, (Sekarang ayo kita main basket. Kita akan bersenang-senang dan melupakan masalahmu sejenak)” bujuk Jardon padanya.

”Well, okey. But let me get prepared first. (Baiklah. Tapi aku mau ganti baju dulu.)” David menyambut ajakan Jardon dengan antusias.

Setelah siap dengan kostum basketnya, David melangkah berjalan menuju mobil sedan hitam Jardon. Pinokio menyalak-nyalak, ia seperti ingin ikut majikannya.

”Dia boleh ikut?” pinta David pada Jardon untuk minta izin mengajak anjing kesayangannya.

”Boleh saja,” ucap Jardon tersenyum. David dan Pinokio pun memasuki mobil. Diiringi lagu Poetry-nya Roy Hargrove feat Q-tip and Erykah Badu, mobil itu melaju kencang menembus kota New York menuju lapangan tempat bermain mereka.

”Now tell me how can ya love her? It’s even hardly to believe. (Sekarang katakan bagaimana bisa kau mencintainya? Sumpah, ini sulit dipercaya)” Jardon masih tidak kuasa menahan keheranannya. Tatapannya tetap terarah ke depan demi menjaga konsentrasinya menyetir.

”Even me. I dunno what happen with myself. It just comes suddenly (Apalagi aku. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan diriku. Semua datang tiba-tiba). Awalnya kupikir ini hanya stupid silly thing, tapi rupanya perasaan ini terus tumbuh tanpa bisa kucegah. Tentu kau masih ingat bagaimana aku menyangkal pemikiranmu saat itu bahwa aku telah jatuh hati pada gadis itu.”

”What’s your plan, then? (Lalu, apa rencanamu?) Apa kau yakin dengan semua risiko yang akan kau hadapi nanti?” tanya Jardon menyelidik.

”I have no clue (Aku tidak tahu).” David menggeleng lemah tampak tak yakin dengan dirinya sendiri.
”Oh, come on! Masih banyak gadis cantik di sekolah kita, kau tinggal pilih. Dan hei, kau juga bisa merasakannya. Kau masih perjaka, kan? Ha.. Ha.. Ha.. Kurasa kau harus segera tahu rasanya, Man.” Tawanya membahana, seakan membicarakan masalah tubuh seorang gadis adalah hal lucu hingga harus ditertawakan sedemikian rupa.

”No.. No.. She’s different. Jangan samakan Maryam dengan gadis lain di sekolah kita. Hanya dia yang ada di hatiku saat ini. Hanya dia, Jardon. Meski aku tak diperbolehkan untuk menyentuhnya.” Ada getir dalam nada suaranya.

”Ah, kurasa kau sudah gila, Dave!” Ucap Jardon.

Tak terasa mereka sudah sampai di tempat mereka sering bermain basket. Setiba di lapangan itu, teman-teman Jardon yang lain sudah menunggu lama, mereka sedang melakukan pemanasan. Tak lama kemudian permainan pun dimulai. Pinokio menyalak-nyalak melihat David bermain dengan antusias. David kini bisa tertawa, bercanda dan asyik dengan permainan basket, sedikit melupakan kegundahan hatinya. Namun sesekali ia teringat wajah Maryam. Berulang kali Jardon harus menegurnya, mencoba memaksanya untuk lebih konsentrasi di lapangan.

Sebuah mobil terhenti di ujung sana. Jardon terdiam sambil memegang bola. Permainan terhenti sesaat. Semua pemain berhenti dari aktifitasnya, mengarahkan pandangan pada mobil itu. Seorang gadis turun, lalu melambaikan tangan pada Jardon dan David. Ya, gadis itu Anggel.

Seeokor kucing membuntutinya. Ia sepertinya girang bisa lepas dari sangkar istananya yang besar. Ia berlari-lari manja menuju lapangan. Pinokio yang memperhatikannya dari kejauhan, menyalak-nyalak tidak karuan. Tampak ia tak menyukai keberadaan kucing itu.

Tidak lama, gadis lain datang menyusul. Seorang gadis berkerudung yang baru saja keluar dari mobilnya, berteriak memanggil kucingnya yang lepas.

"Zahara.. Zahara.. Zahara.. "

Mata David terbelalak, rindunya hari ini terbayar sudah. Ia tersenyum girang, jantungnya berdetak lebih kencang. Namun dia masih merasa aneh melihat Maryam bisa datang bersama Anggel, sahabatnya. Ingin David mendekat dan membantu Maryam mengejar kucing kesayangannya itu, namun mereka telah sepakat untuk tidak berinteraksi lagi. Akhirnya ia urungkan niat itu.

Zahara kini berhadapan dengan Pinokio. Matanya melotot dan dengan anggun mengeram seolah ingin bertarung dengan Pinokio. Sementara Pinokio sendiri tak juga berhenti menyalak, ia juga tak mau kalah seolah ingin menyerang Zahara. Kucing versus anjing.

David mendekati anjingnya, itu juga yang dilakukan Maryam terhadap kucingnya.
"Tenang Pino, dia sahabatmu. Dia tidak akan mengganggumu. Suatu saat nanti kau akan hidup serumah dengan kucing itu. Jadi tenang, ya." David mengelus-elus anjingnya, sambil sesekali mencuri pandang pada Maryam.

Maryam mengalihkan pandangannya.

"Ayo Zahara, kau di mobil saja." Maryam beranjak dan menarik tali yang dipasang di leher Zahara, lalu menuntunnya ke dalam mobil.

Pandangan David terus mengikuti langkahnya. Begitu juga dengan Pinokio, mata tajamnya memperhatikan kucing putih itu. Lidahnya terjulur dengan nafas terengah.

"Hei David, aku sudah tahu semuanya. Tenang saja, tak usah takut kau tak bisa bicara lagi dengannya. Selama aku sudah menjadi sahabat Maryam, apapun akan aku lakukan agar hubungan kalian langgeng." Anggel mengerling.

“Thanks, Anggel. Tapi bagaimana bisa kau akrab dengannya? Bukankah…"

“Ceritanya panjang. Sudahlah, lanjutkan permainanmu. Kami ke sini untuk melihat kalian men-dribble bola.” Anggel mendorong tubuh David agar memulai permainannya lagi.

"David, ayolah, permainan belum selesai." Jardon berteriak memanggilnya.

”Maryam sempat bilang, ia ingin melihat permainan basketmu. Ayo cepat! What are you waiting for, huh?"
David tersenyum mendengar pernyataan Anggel barusan. Dengan semangat ia berlari ke lapangan. Anjingnya mengekor.

Sementara itu, Anggel dan Maryam berdiri di sisi lapangan, melihat aksi permainan mereka. Ah, David merasa di surga hari itu. Semangatnya terlecut demi melihat Maryam bersamanya saat itu. Ia dapat merasakan hari itu adalah hari terindahnya, meski nyaris tak ada tegur sapa di antara keduanya.

Pandangan Maryam tidak lepas dari sosok David. Dalam hatinya ia tertawa saat mendengar David berbicara pada anjingnya. Ia masih ingat betul kalimat yang diucapkannya bahwa suatu saat nanti anjingnya akan serumah dengan Zahara. Namun ketika mengingat perbedaan agama mereka, senyum Maryam menyusut.
”Benarkah? Benarkah suatu hari nanti aku bisa hidup bersamanya?” bisik hati Maryam. Dilihatnya David yang sedang beraksi di lapangan basket, betapa lelaki itu telah mencuri perhatiannya akhir-akhir ini.

Setelah permainan basket selesai, tubuh David berkeringat deras. Ia mengelap keringatnya dengan sesekali memandangi Maryam dari kejauhan. Maryam pun melakukan hal yang sama, terkadang pandangan mereka saling bertubrukan, lalu mereka segera membuang muka dengan pipi bersemu merah.

Sementara Pinokio terus mengintai Zahara yang terkurung di dalam mobil. Zahara ingin sekali keluar, sesekali dia mencakar kaca jendela mobil, seolah ingin menemui anjing milik teman majikannya itu.

Pemainan harus terhenti, semua berkemas untuk pulang. David memandang Maryam lama, ingin rasanya dia menghampirinya dan berpamitan, namun ia sadar itu tak mungkin bisa dilakukan. Maryam juga merasakan hal yang sama. Melihat hal itu, Anggel dan Jardon merasa kasihan. Dengan hati-hati Anggel mendekati David.

"Maryam says, she’s happy seeing you today. You have somethin’ to say to Maryam, Dave? (Maryam bilang, dia senang melihatmu hari ini. Kau ingin mengatakan sesuatu pada Maryam, Dave?)” Sejujurnya, ucapan itu hanya akal-akalan Anggel. Mengetahui hal itu, Maryam tidak terima. Ia bingung harus bagaimana menutupi rasa malunya pada David.

Jardon pun tak mau kalah, dia mendekati Maryam dan mencoba melakukan yang sama seperti yang dilakukan Anggel pada David.

"David bilang, dia senang kau mau melihatnya bermain hari ini, kau sudah buat dia semangat." Jardon memberi kerlingan. Dan bisa diduga, kini giliran David yang merasa tak terima dengan apa yang telah dilakukan Jardon. Untunglah, Maryam hanya tersenyum menanggapinya.

David dan anjingnya memasuki mobil. Entah kenapa rasa gundah itu muncul lagi. Rindu bercampur dengan perasaan takut kehilangan tiba-tiba datang setelah mereka berpisah untuk pulang. Maryam pun demikian, ia juga merasakan kerinduan dan kegelisahan.

Mereka pulang dengan arah yang berbeda.

***
"Terima kasih Anggel, kau sudah buat aku bahagia hari ini," ucap Maryam pada Anggel dengan tulus.
"No problem. Terima kasih juga kau sudah mau ikut denganku dan jadi sahabatku."

”Seharusnya aku yang berterima kasih. Kau mau menerimaku sebagai sahabat dan tidak menganggapku sebagai teroris lagi.” Sejujurnya, Anggel masih menaruh kecemburuan pada Maryam, tapi ia memang tulus ingin bersahabat dengan Maryam.

Bersambung..

*Anda berada di Halaman 7
Untuk membaca part selanjutnya anda klik daftar isi dan pilih cerita yang selanjutnya akan anda baca.

Cerpen : Pinokio Vs Zahara