-->

Cerpen : Jangan Jodohkan Aku, Ayah

Cerpen : Jangan Jodohkan Aku, Ayah
David membanting tubuhnya di kasur. Tubuhnya masih bau keringat. Sepasang matanya menatap kosong ke arah langit-langit, otaknya flash back pada peristiwa beberapa menit yang lalu. Saat mengingatnya, ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Sekarang, saat ia sendiri seperti ini, ia merasa sedih, rindu dan takut kehilangan bercampur jadi satu. Sepertinya hanya dia satu-satunya remaja Amerika yang mengalami nasib cinta seperti itu. Namun karena begitu besar perasaannya pada Maryam, David mencoba untuk bersabar.

***
Sesampainya di rumah Maryam, Anggel pamit. Zahara masuk ke rumah dengan berlari kencang. Di depan pintu, ayah Maryam sudah berdiri menunggu sejak tadi. Diciumnya dengan takzim punggung tangan sang ayah.

“Terima kasih ayah sudah mengizinkan Maryam jalan-jalan hari ini,” ucap Maryam dengan senyum sumringah di wajahnya.

“Maryam, besok sahabat ayah akan berkunjung ke sini. Dia membawa anaknya yang seumuran denganmu, namanya Khaled." Maryam hanya mengangguk menanggapi ucapan ayahnya.

”Ayah ingin kau mengenal Khaled dengan baik,” ucap ayahnya lagi.

”Maksud ayah?” Maryam masih bingung.

”Tidak, ayah tidak punya maksud apa-apa.” Agak tergagap sang ayah menjawab, lalu buru-buru melanjutkan, "Sudahlah, kau mandi dulu saja. Nanti saat makan malam akan ayah ceritakan.” Ditepuknya pundak putri semata wayangnya itu dengan lembut.

Maryam pun pamit untuk masuk ke kamarnya. Setelah masuk kamar dan menutup pintu kamarnya, Maryam terduduk bersandar di depan pintu kamarnya. Ia mencerna dengan baik ucapan ayahnya barusan, mencoba menerka-nerka maksudnya, ”Tidak, tidak mungkin kalau maksud ayah akan seperti itu.” Ia menepis jauh-jauh pikiran buruknya.

Dari balik pintu kamar itu, samar-samar Maryam mendengar percakapan antara ayah ibunya di ruang tamu. Maryam berusaha mempertajam pendengarannya, ia pun menempelkan teliganya di pintu.

"Apa yang kau inginkan dengan anak kita?" dengan gelisah, ibu Maryam bertanya pada suaminya.
”Kurasa, setelah lulus Senior High School nanti, anak kita harus menikah. Aku khawatir melihat tingkahnya akhir-akhir ini. Aku takut dia tak mampu menjaga diri,” jawab Ayah Maryam.

Di balik pintu kamarnya, Maryam tersentak demi mendengar percakapan orangtuanya. Ia seakan kehabisan nafas.

“Dia masih belia, biarkanlah dulu dia mengenyam pendidikan sampai college," bela ibunya.

"Aku tak percaya padanya. Menikah itu menjaga kesucian, dan aku sudah punya calon untuknya, Khaled, anak sahabatku itu. Khaled hafal 30 Juz Al-Qur'an, namun cita-citanya ingin menjadi insinyur pembangunan. Masih Senoir High School saja dia sudah bisa membuat rancangan gedung pencakar langit yang akan menyaingi gedung-gedung di kota ini. Dia sangat tampan, aku yakin Maryam pasti mau." Ayah Maryam menimpali panjang lebar.

Maryam menahan nafas, ia sangat terkejut mendengar itu. Tiba-tiba saja wajah David terbayang di pelupuk matanya. Ia ingin menangis namun tak kuasa.

“Aku tidak mau, aku tidak mau. Demi Tuhan, aku tidak mau dijodohkan. Oh God, help me out, (Tuhan, tolong aku)” bisik hati Maryam merintih.

Malam itu juga, Maryam berniat kabur dari rumahnya. Ia pergi membawa pakaian sekolah dan beberapa baju. Entah bagaimana caranya, ia harus bisa lolos dari security guard rumahnya.

Maryam berhasil keluar, dan tanpa membuang waktu, ia mencegat taksi. Dengan pikiran kalut, ia meminta si sopir untuk mengantarnya ke gereja. Sesampainya di sana, Maryam tidak turun. Ia hanya berhenti sesaat dan mendapati Pinokio melingkarkan tubuhnya di halaman rumah sambil sesekali menjilati tubuhnya. Anjing itu menyalak-nyalak demi melihat taksi yang di dalamnya ada Maryam. Maryam ingin sekali turun dan mencari David di sana dan menceritakan semuanya padanya, namun ini sudah malam, keadaan akan bertambah kacau jika ia bersembunyi di gereja itu. Tiba-tiba ia teringat Anggel, taksi pun meluncur membawanya ke arah rumah Anggel.

Saat melihat Anggel membuka pintu rumahnya, Maryam langsung memeluknya dengan derai air mata. Anggel menuntunnya masuk ke dalam kamar dan meminta Maryam menceritakan apa yang seseungguhnya sedang terjadi.

“Aku tidak mau, Anggel. Aku tidak mau!” Ucapnya di antara isaknya.

“Aku tahu, tapi kabur seperti ini tak baik untukmu, Maryam.” Anggel berusaha menenangkan sahabatnya.

“Aku tak punya pilihan lagi. Aku tidak mau dijodohkan.”

”Kau bisa menjelaskannya pada ayahmu, kan, kalau kau tak mau.” Anggel sebisa mungkin memberi solusi.

”Kau tidak tahu betapa keras kepalanya ayahku, Anggel. Aku tidak akan bisa menolak perintahnya.”

Anggel sedikit takut melihat kenekatan Maryam untuk kabur dari rumahnya. Ia membuatkan secangkir teh hangat dan memberikannya pada Maryam. Mr Stone dan Mrs. Monica, orang tua Anggel, juga turut prihatin. Mereka berdua mencoba menenangkan sahabat putrinya. Sebisa mungkin kedua orang tua itu membuatnya nyaman.

”Bagaimana kalau kau pulang, kami akan mengantarmu dan menjelaskan semuanya.” Ayah Anggel urun suara.

”I don’t want to, Sir. (Aku tidak mau, Pak)” Maryam menjawabnya sambil menangis.

Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu. Saat Mr. Stone membukanya, terlihat beberapa orang bertubuh atletis berkaca mata hitam berbaris di depan pintu rumahnya, mereka semua mengenakan pakaian serba hitam. Tiba-tiba terlihat sosok lelaki bergamis dengan jenggot tebal menghiasi dagu sedang berdiri di antara para body guard-nya. Mr. Stone menyambutnya hangat. Lelaki tua berjubah itu berbicara sesuatu dengan ramah lalu dia dipersilakan masuk oleh sang tuan rumah.

Betapa terkejutnya Maryam saat menyadari bahwa tamu itu adalah ayahnya.

”Ayo kita pulang, Nak!” Pinta ayahnya ramah. Tak ada sama sekali mimik marah di wajahnya.

”Aku tidak mau pulang. Aku tidak mau dijodohkan, Yah. Aku mau terus sekolah.” Maryam menangis di pelukan Anggel.

”Baiklah, tapi kau harus pulang,” pinta ayahnya lagi. Ia tak mau berdebat dengan Maryam di tempat orang lain. Sebisa mungkin ia tenang.

”Pulanglah Maryam, ayahmu sangat menyayangimu,” bujuk Mrs. Monica.

Anggel meyakinkannya, seakan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Ia peluk Maryam dengan erat hingga sahabat barunya itu berpindah ke pelukan ayahnya.

”Aku ucapkan terima kasih. Maaf anakku telah merepotkan kalian.” Dengan kikuk ayah Maryam menyalami Mr. Stone dan Mrs. Monica.

Di perjalanan, Maryam terus saja menangis. Sementara ayahnya hanya diam. Entah apa yang akan dilakukan ayahnya ketika sampai di rumah nanti. Memukulinya seperti yang dia lakukan pada kakaknya, Asiyah, dulu? Maryam tak peduli. Kali ini, ia benar-benar tak peduli, sebab yang diinginkannya saat ini hanyalah bersama David, berkeluh kesah dengannya dan berbagi semua penderitaan yang sekarang sedang dialaminya.

”Sit down!” Perintah ayahnya tegas setelah tiba di rumah. Maryam menurutinya, ia sudah siap apapun yang akan dilakukan ayahnya malam ini. Matipun dia sudah siap.

”Kau benar-benar memalukan ayah!” Ayahnya sekuat tenaga menyembunyikan emosi yang sudah sejak tadi bercokol di dadanya.

"Ayah belum bicara apa-apa padamu. Hanya menguping saja tingkahmu sudah seperti ini," cerca ayahnya.
Maryam masih diam.


”Kau tak akan menyesal menikah muda, Nak! Ayah dan ibu dulu menikah muda. Lagipula Khaled itu anak yang baik, ayah tahu betul, kau tidak akan menyesal.”

Maryam masih terpaku di tempat duduknya. Ia benar-benar tak bisa mengelak dan tak kuasa menolak ultimatum ayahnya.

”Besok dia akan ke sini bersama keluarganya. Ayah ingin memperkenalkannya padamu. Jaga sikapmu, jangan mempermalukan ayah lagi!” Kali ini ayahnya tegas memberi petuah.

Maryam hanya bisa menangis dan berlari ke kamarnya. Dibantingnya pintu, lalu telungkup di kasur empuknya. Zahara datang mengendap-endap mendekatinya.

”Maryam, ayah belum selesai bicara!” Teriak ayahnya di depan kamar Maryam.


***
David menantikan kehadiran Maryam di kelasnya. Semua siswa sudah berdatangan, hanya Maryam yang belum muncul. Anggel ragu ingin menceritakan semuanya pada David. Ia tak sanggup melihat David sedih. Tapi tak lama kemudian Maryam muncul, membuat sungging di wajah David.

Mrs. Violen memasuki kelas. Maryam memandangi David dari bangkunya dengan perasaan penuh penyesalan dan rasa bersalah. Ia mengambil secarik kertas lalu menuliskan sesuatu untuk David.

Terkejut David saat menerima tulisan itu. Ia membacanya dengan seksama, seakan tak ingin satu hurufpun luput dari pandangannya.

Aku ingin bicara denganmu istirahat siang ini di tempat terakhir kalinya kita bicara. –
Jantung David berdebar membaca isi surat itu.

Saat jam istirahat siang berlangsung, David berlari ke atas gedung dan menghampiri Maryam yang sudah lebih dulu menunggunya.

”Maryam..” panggilnya.

Maryam berbalik menghadap ke arah David dan menunduk.

”Peluk aku!”

David terbelalak.

”Apa? Kau kenapa?” David terkejut, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

”Peluk aku sekarang, Dave. Aku ingin berada di pelukanmu, Dave, biar aku tenang.” Maryam mengulangi kata-katanya.

”Aku tidak mau. Aku tidak mau melakukannya karena butuh empat puluh tahun bagi Tuhanmu untuk mengampunimu. Bukankah kau sendiri yang bilang seperti itu padaku, Maryam?” Sejujurnya hati kecil David pun menginginkannya, tapi ia ingat betul apa yang pernah diucapkan oleh gadisnya itu.

”Ini terakhir kalinya waktu yang tersisa bagi kita untuk saling mencintai, Dave. Setelah ini kau harus melupakanku. Aku ingin terakhir kalinya kau menyentuhku, sebab aku ingin kita menyudahi hubungan ini. Selamanya. Meski harus empat puluh tahun bagi Tuhanku untuk mengampuniku!” Teriak Mariam dalam isak tangisnya.

David terduduk lunglai.

”Menyudahi hubungan ini? Jangan ucap kata-kata itu padaku. Aku tak sanggup mendengarnya, Maryam. Lebih baik aku tak menyentuhmu dan tak berinteraksi denganmu meski seribu tahun lamanya, asal kau masih tetap mencintaiku." David tiba-tiba menangis.

”Aku tak bisa melakukannya. Kita berbeda, David. Kita tak akan mungkin bisa bersatu.” Kali ini air mata Maryam benar-benar tumpah.

”Aku tahu itu, tak usah bahas itu lagi. Kau masih mencintaiku, kan? Kalau masih, kita tak boleh menyerah, Maryam. Kita akan berjuang agar kita bisa bersama meski berbeda, aku tak mau putus. Aku tak mau.”

”Kita harus putus, Dave. Harus. Mulai detik ini kita tak berhubungan lagi. Jangan anggap aku sebagai kekasihmu lagi. Jika kau ingin mencari kekasih yang lain, aku mempersilakanmu.” Tiba-tiba saja dia pingsan dan David bingung harus berbuat apa.

”Maryam.. Maryam.. !” Teriaknya panik. Ia turun ke lantai bawah mencari pertolongan. David tak mau menyentuhnya. Beberapa siswa perempuan datang menggotong tubuh Maryam yang pingsan dan membawanya ke klinik sekolah. Saat itu David hanya bisa sesenggukan menangis. Dengan panik, ia mondar-mandir di depan kamar klinik.

”Tuhan, aku tak kuasa. Aku benar-benar tak kuasa. Jangan pisahkan aku dengan Maryam,” doanya penuh rintih.

Di depan Klinik itu David duduk bersimpuh menunggu Maryam. Seorang siswa perempuan keluar dari ruangan itu, David mendekatinya.

”Bagaimana keadaan Maryam?” tanya David masih dengan sisa kepanikan di wajahnya.
”Dia masih belum sadar,” ucap perempuan itu.

David kembali terduduk. Wajahnya pias. Tiba-tiba Jardon dan Anggel berlari menemuinya.

”Dave, ada apa sebenarnya dengan Maryam?” tanya Jardon penasaran.

David hanya menunduk, tiba-tiba air matanya mengalir.

”I dunno. Guys, I wanna be alone. Please, leave me alone now! (Aku tidak tahu, kawan. Aku ingin sendiri. Kumohon, tinggalkan aku sekarang!)” Pinta David pada kedua sahabatnya. Dia sedang ingin sendiri.

”Kita sahabatmu, Dave. kita tidak akan meninggalkanmu saat kau memiliki masalah seperti ini.” Anggel menolak. Ia sudah tahu masalah yang sedang dihadapi sahabatnya itu.

”Tinggalkan aku. Aku mau sendiri. Kalian mengerti, kan?” David setengah teriak.

”Dave, what’s going on with ya? (Dave, ada apa denganmu?)” ganti Jardon yang teriak.

David beranjak lalu berlari meninggalkan mereka. Jardon ingin mengejarnya, namun tangan Anggel mencekalnya. David benar-benar ingin sendiri saat ini.

***
David mengunci dirinya di dalam toilet sekolah. Entah kenapa matanya ingin memuntahkan air mata sederas-derasnya. Perasaannya sedang tak menentu. Hatinya benar-benar kalut. Ia tidak mau putus dengan Maryam. Ia tahu bahwa dirinya sangat mencintai perempuan muslim itu sejak pertama melihatnya. Ia tak mau tak bisa mencintainya lagi, ia tidak mau Maryam berhenti mencintainya. David ingin mereka kembali berhubungan, meski dalam diam, meski dalam kebisuan, meski tanpa menyentuhnya secuilpun. David rela, asal hubungan mereka tidak seperti ini.


Bersambung ..

*Anda berada di Halaman 8
Untuk membaca part selanjutnya anda klik daftar isi dan pilih cerita yang selanjutnya akan anda baca.

Cerpen : Jangan Jodohkan Aku, Ayah